Kawasan Alas Purwo, sebelum
ditetapkan sebagai taman nasional, semula berstatus Suaka Margasatwa
Banyuwangi Selatan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia
Belanda Nomor 6 stbl 456 tanggal 01 September 1939 dengan luas areal
62.000 ha. Kemudian, diubah menjadi Taman Nasional Alas Purwo.dengan
luas 43.420 ha melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan pada tahun
1992.
Taman Nasional Alas Purwo, sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya mempunyai tiga fungsi pokok,
yaitu
1. Perlindungan proses ekologis sistem penyangga kehidupan.
2. Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
3. Pemanfaatan secara lestari sumberdaya
alam hayati dan ekosistemnya dalam bentuk penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, penunjang budidaya, dan pariwisata alam
Taman Nasional Alas Purwo merupakan
kawasan hutan yang mempunyai berbagai macam tipe ekosistem yang
tergolong utuh di Pulau Jawa. Ekosistem yang dimiliki mulai dari pantai
(hutan pantai) sampai hutan hujan dataran rendah, hutan mangrove, hutan
bambu, savana dan hutan tanaman
Keanekaragaman jenis flora darat di
kawasan Taman Nasional Alas Purwo termasuk tinggi. Diketahui lebih dari
700 jenis tumbuhan mulai dari tingkat tumbuhan bawah sampai tumbuhan
tingkat pohon dari berbagai tipe/formasi vegetasi. Tumbuhan khas dan
endemik pada taman nasional ini yaitu sawo kecik (Manilkara kauki). Selain itu tumbuhan yang sering dijumpai yaitu ketapang (Terminalia catapa), nyamplung (Calophyllum inophyllum), kepuh (Sterculia foetida), keben (Barringtonia asiatica), dan 10 jenis bambu.
Disamping kaya akan jenis-jenis flora,
Taman Nasional Alas Purwo juga kaya akan jenis-jenis fauna daratan, baik
kelas mamalia, aves dan herpetofauna (reptil dan amfibi). Ditemukan 50
jenis mamalia di Taman Nasional Alas Purwo. Beberapa jenis mamalia yang
dijumpai di kawasan TNAP yaitu banteng (Bos javanicus), rusa (Cervus timorensis), ajag (Cuon alpinus), babi hutan (Sus scrofa), kijang (Muntiacus muntjak), macan tutul (Panthera pardus), lutung (Tracypithecus auratus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jelarang (Ratufa bicolor), rase (Vivericula indica), linsang (Prionodon linsang), luwak (Paradoxurus hermaprhoditus), garangan (Herpestes javanicus) dan kucing hutan (Felis bengalensis).
Untuk aves ditemukan 302 jenis burung. Beberapa jenis burung yang mudah dilihat diantaranya Elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), Elang ular bido (Spilornis cheela), ayam hutan hijau (Galus varius), ayam hutan merah (Gallus gallus), kuntul kecil (Egreta garzeta), mentok rimba (Cairina scutulata), rangkong badak (Buceros rhinoceros), merak hijau (Pavo muticus), dara laut jambul (Sterna bergii) dan cekakak jawa (Halcyon cyanoventris).
Herpetofauna terdiri dari kelas amfibi
dan reptil. Sampai saat ini tercatat ditemukan 63 jenis herpetofauna
yang terdiri 15 jenis amfibi dan 48 jenis reptil. Diantara jenis yang
ditemukan terdapat 6 jenis reptil yang dilindungi yaitu penyu lekang/
abu-abu (Lepidochelys olivacea), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), biawak abu-abu (Varanus nebulosus) dan ular sanca bodo (Python molurus).
Terdapat banyak lokasi obyek dan daya
tarik wisata di dalam taman nasional, diantaranya beberapa pantai yang
unik dan potensial seperti ombak yang cocok untuk olah raga surfing,
pantai tempat peneluran penyu, pantai yang berpasir putih, terumbu
karang serta laguna yang dipenuhi burung migran pada musim-musim
tertentu.
Plengkung yang berada di bagian selatan
Taman Nasional Alas Purwo telah dikenal oleh para perselancar tingkat
dunia dengan sebutan G-Land. Sebutan G-land dapat diartikan, karena
letak olahraga selancar air tersebut berada di Teluk Grajagan yang
menyerupai huruf G. Ataupun letak Plengkung berada tidak jauh dari
hamparan hutan hujan tropis yang terlihat selalu hijau (green-land).
Plengkung termasuk empat lokasi terbaik di dunia untuk kegiatan
berselancar dan dapat disejajarkan dengan lokasi surfing di Hawai,
Australia, dan Afrika Selatan.
Masyarakat sekitar taman nasional sarat
dan kental dengan warna budaya “Blambangan”. Mereka sangat percaya bahwa
Taman Nasional Alas Purwo merupakan tempat pemberhentian terakhir
rakyat Majapahit yang menghindar dari serbuan kerajaan Mataram, dan
meyakini bahwa di hutan taman nasional masih tersimpan Keris Pusaka
Sumelang Gandring.
Oleh karena itu, tidaklah aneh apabila
banyak orang-orang yang melakukan semedhi maupun mengadakan upacara
religius di Goa Padepokan dan Goa Istana. Di sekitar pintu masuk taman
nasional (Rowobendo) terdapat peninggalan sejarah berupa “Pura Agung”
yang menjadi tempat upacara umat Hindu yaitu Pagerwesi. Upacara tersebut
diadakan setiap jangka waktu 210 hari.
Posting Komentar