[unpad.ac.id, 20/3/2020] Proses karantina atau isolasi seseorang yang
diduga terpapar Coronavirus (COVID-19) dipandang sebagai salah satu
upaya untuk mencegah meluasnya penyebaran penyakit ini di Indonesia. Hal
ini pun dibenarkan oleh Dosen Departemen Biologi Universitas
Padjadjaran Dr. Mia Miranti Rustama, M.P.
Peneliti dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unpad ini menjelaskan, proses
karantina selama 14 hari didasarkan pada estimasi periode inkubasi dari
Novel Coronavirus (nCoV-2019) yang memicu penyakit Coronavirus
(COVID-19).
“Periode laten virus nCoV-2019 antara 2 hingga 10 hari, dapat menjadi
petunjuk saat gejala awal klinis terjadi di antara waktu karantina 14
hari,” ujar Dr. Mia.
Dr. Mia menjelaskan, awal infeksi dari nCoV-2019 adalah flu yang
terjadi antara 2 – 7 hari setelah terpapar. Pada periode ini, gejala
klinis yang tampak menyerupai flu pada umumnya, seperti demam, batuk
kering, dan nafas pendek. Penyakit lanjut dari infeksi nCoV-2019 adalah
pneumonia yang diikuti dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
“Periode lebih dari 7 hari setelah infeksi virus, umumnya pasien
COVID-19 sudah dirawat di rumah sakit karena menunjukkan gejala klinis
kesulitan bernafas yang parah,” ujarnya.
Pasien yang menunjukkan gejala awal Coronavirus antara 1 – 5 hari
ternyata lebih mudah mengalami kesembuhan. Dr. Mia menjelaskan,
pengobatan dengan antiviral dan perlakuan seperti istirahat total, minum
air, pemberian antifiretik dan antitusif serta antibiotik dapat
mempercepat kesembuhan. Namun, terapi pasien dengan pemberian antiviral
umumnya tidak berpengaruh apabila gejala sudah berlanjut ke pneumonia.
Lebih lanjut Dr. Mia menjelaskan, salah satu proses penularan virus
pada periode awal dapat terjadi karena perilaku tidak mengikuti practice respiratory hygiene,
seperti menutup mulut saat bersin. Dr. Mia mengatakan, periode awal
Coronavirus acapkali tidak dapat diketahui dengan hanya melalui gejala
klinis, tetapi harus menggunakan RT-PCR.
Pasien yang belum terdeteksi karena tidak memperlihatkan gejalan
klinis yang rentan menjadi sumber penularan virus apabila kontak dengan
orang lain. Karena itu, pencegahan penularan virus dengan karantina
dibutuhkan untuk mengurangi kontak antara penderita dan manusia sehat.
Dr. Mia mengungkapkan, karantina dapat dilakukan dengan mengisolasi
pasien COVID-2019 dalam suatu ruangan tersendiri di rumah sakit. Selain
itu, karantina dapat dilakukan pada pelancong dari negara yang terkena
wabah Coronavirus. Proses ini diketahui dapat menurunkan penyebaran
virus.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri merekomendasikan karantina
selama 14 hari. Periode laten virus n-CoV-2019 antara 2 hingga 10 hari
dapat menjadi petunjuk saat gejala awal klinis terjadi di antara waktu
karantina 14 hari.
Karantina bagi individu yang belum terekspos penyakit juga efektif
untuk mencegah penyebaran Coronavirus. Dr. Mia mengatakan, karantina ini
bertujuan untuk keamanan kesehatan publik. Karena itu, agar lebih
efektif, implementasi waktu karantina harus dilakukan serentak.
Secara ilmiah, Virus nCoV-2019 ini diduga berasal dari kelelawar
sebagai inang perantara. Adanya mutasi pada virus ini menyebabkan
perubahan pola penularan virus yang awalnya dari hewan ke manusia
menjadi dari manusia ke manusia (zoonosis).
Virus ini diketahui memiliki gen yang hampir dengan gen SARS-CoV.
Kemampuan CoV bermutasi dengan cepat menyebabkan CoV yang tidak
menyebabkan penyakit pada kelelawar, menjadi penyebab penyakit berbahaya
pada manusia.(am)*
Sumber: http://www.unpad.ac.id/2020/03/ini-alasan-ilmiah-mengapa-pasien-terduga-coronavirus-harus-dikarantina-14-hari/
Posting Komentar