Parikesit, MSc., PhD, “Penelitian Itu Menyenangkan”

Laporan oleh: Malikkul Shaleh
[Unpad.ac.id, 28/02/2011] Hidup secara sederhana tidak akan membuat kita merasa miskin. Prinsip itu secara konsisten dipegang teguh oleh seorang filsuf ekologi asal Norwegia, Arne Naess dalam menjalani hidupnya. Hal itu pula yang mungkin menginspirasi Parikesit, MSc., PhD untuk terus menyuarakan hidup sederhana dengan mencintai alam lingkungan.


Sejak dilahirkan di Bandung, 5 November 1961, Parikesit mungkin sudah berjodoh dan ditakdirkan menjadi pejuang lingkungan. Keseharian Parikesit saat masa kanak-kanak yang suka bermain dan akrab dengan alam lingkungan ternyata menumbuhkan minatnya untuk mempelajarinya lebih dalam. Berfikir bahwa biologi akan tetap memuaskan hasratnya untuk bermain, Parikesit pun menjatuhkan pilihannya kepada Unpad untuk menjawab pertanyaannya itu. Kini tidak hanya menjadi dosen di Jurusan Biologi FMIPA Unpad, Parikesit dipercaya menjadi Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Lingkungan-Program Pascasarjana (PSMIL-PPs) dan Sekretaris Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPSDAL-LPPM) Unpad yang kesemuanya berhubungan dengan lingkungan.
“Kenapa biologi? Alasannya sederhana saja. Karena saya senang main. Saya berfikir, belajar biologi membuat saya tetap bisa terus bermain. Saya memang senang dengan alam. Kakek saya seorang petani sejati, dia yang sering mengenalkan saya dengan alam. Tapi saya lebih memilih biologi, bukan pertanian,” kenang Parikesit saat ditemui di Gedung PSMIL PPs Unpad, Jln. Sekeloa Selatan 1, Bandung.
Parikesit merupakan pribadi yang hangat dan bersahaja, jadi pekerjaan dosen memang cocok untuknya, ditambah kegemarannya membaca buku dan berdiskusi. Minatnya memang telah terlihat saat masih mahasiswa jurusan Biologi. Kala itu, Parikesit masih aktif menjadi asisten peneliti di lembaga ekologi atau yang sekarang dikenal sebagai PPSDAL-LPPM Unpad. Parikesit menyelesaikan gelar master di University of Guelph, Canada dan diberi kesempatan mengambil gelar doktornya di  University of Tokyo, Jepang berkat keikutsertaannya dalam joint research antara Unpad dan University of Tokyo sejak tahun 1998.
“S3 saya diawali dengan joint research antara University of Tokyo dengan Unpad. Setelah selesai tahun 2004, Alhamdulillah saya masih terus diundang untuk memberikan kuliah disana sejak 2009. Itu menjadi kesibukan saya setiap tahun,” ujarnya.
Hal tersebut tentu prestasi membanggakan bagi Parikesit pribadi dan Unpad tentunya. Maklum University of Tokyo adalah perguruan tinggi berperingkat 20  dunia. Materi kuliah yang disampaikan di University of Tokyo merupakan bagian dari hasil kerja kerasnya dalam melakukan penelitian sejak tahun 1994 sampai dengan sekarang. Dari kesibukannya meneliti itu, telah banyak pula publikasi internasional berupa book chapter maupun jurnal ilmiah. Baginya meneliti adalah tantangan tersendiri sebagai seorang dosen dan itu yang dirasakannya selama menjadi dosen.
“Sebagai dosen kita tertantang untuk selalu meng-update diri dengan temuan-temuan hasil penelitian. Jadi isi kuliah itu merupakan hasil-hasil penelitian, tidak hanya teori. Dan itu menjadi kewajiban harusnya. Dengan publikasi hasil penelitian, itu bisa memperkaya bahan ajar,” paparnya.
Menurut Parikesit, dengan menggunakan teori-teori baru, mahasiswa juga akan terdorong untuk berkembang dan pendekatannya pun harus melalui diskusi bersama. Dengan diskusi, dapat mendorong mereka untuk menambah pengetahuan, kreativitas serta pengalaman.
Karena sudah berbeda generasi, mahasiswa sekarang mah harus dianggap teman. Jadi jangan selalu mengganggap kita lebih pintar dari mareka. Bedanya dosen dengan mahasiswa itu cuma semalam aja kok. Lebih baik diskusi bersama mereka,” tambah pria yang punya hobi bercocok tanam dan berternak tersebut.
Bapak beranak tiga ini, mengakui bahwa menjadi peneliti di Indonesia berbeda bila dibandingkan dengan yang terjadi di luar negeri. Selain dana penelitian yang tersedia dari universitas, para peneliti di sana tidak dibebani jabatan administrasi sehingga fokus menjalankan tugas pokoknya. Namun ditengah kesibukannya itu, Parikesit tidak lupa untuk meluangkan waktunya untuk istri dan ketiga anaknya. Semua kesibukannya itu tampak dinikmati olehnya karena Parikesit menerapkan konsep bermain dalam setiap kegiatannya.
“Sekarang sedang mencoba untuk lebih banyak meluangkan waktu untuk keluarga karena sering saya tinggal penelitian. Memang sibuk dan menyita waktu, tapi itu tidak membuat saya capek karena penelitian adalah hobi bagi saya. Research is fun!,” ungkapnya.
Menyikapi fenomena lingkungan yang terjadi belakangan ini, Parikesit mensinyalir bahwa hal itu lebih disebabkan karena masalah pendidikan yang cenderung berorientasi kepada ekonomi dan jangka pendek. Tidak ubah seperti pisau bermata dua, dimana satu sisi bisa membuat orang menjadi pintar, tapi dengan kepintarannya itu digunakan untuk mengakali dan merekayasa lingkungan sehingga menjadi rusak. Namun Parikesit percaya, kondisi ini bisa berubah jika ilmu lingkungan dijadikan landasan semua pendidikan formal, agar kita dapat berperilaku bijak terhadap lingkungan.
“Ilmu lingkungan adalah intinya. Bahkan sikap antikorupsi sekali pun bisa ditumbuhkan melalui pendidikan tentang lingkungan. Kalau kita dekat dengan alam, maka kita bisa memahami fenomena alam ini. Dengan begitu kita tidak akan tega untuk merusak alam. Pendidikan lingkungan bisa membuat kita berfikir kedepan. Sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan,” pungkasnya. (eh)*

Posting Komentar

Copyright © Rangifer tarandus - Biologi Unpad 2016. Designed by OddThemes